SEJARAH BERDIRINYA BRUNEI DARUSSALAM DARI ZAMAN KERAJAAN HINGGA ZAMAN KEMERDEKAAN TAHUN 1984
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Brunei atau secara resminya
Negara Brunei Darussalam ialah sebuah negara kecil yang kaya dengan
sumber minyak dan terletak di sebelah utara pulau Borneo (sekarang
Kalimantan). Brunei dikelilingi Malaysia dengan dua bahagian Brunei
dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Nama Borneo diambil berdasarkan
nama negara ini. Ini adalah disebabkan pada zaman dahulu, Brunei
mempunyai pengaruh dan kuasa yang kuat di pulau Borneo.
Catatan orang
Cina dan orang Arab menunjukkan bahawa kerajaan perdagangan kuno ini
wujud di muara Sungai Brunei seawal abad ke-7 atau ke-8. Kerajaan awal
ini pernah ditaklukkan kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatra pada
awal abad kesembilan Masehi dan seterusnya menguasai Borneo utara dan
gugusan kepulauan Filipina. Kerajaan ini juga pernah dijajah Kerajaan
Majapahit yang berpusat di pulau Java tetapi berjaya membebaskan dirinya
dan kembali sebagai sebuah negeri yang penting.
Kerajaan Brunei
melalui zaman kegemilangannya dari abad ke-15 hingga abad ke-17, sewaktu
ia memperluaskan kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina
di sebelah utaranya. Brunei mencapai kemuncak kekuasaannya pada zaman
pemerintahan Sultannya yang kelima yaitu Sultan Bolkiah (1485 - 1524),
yang terkenal disebabkan pengembaraan baginda di laut, malah pernah
seketika menakluki Manila; dan pada zaman pemerintahan sultan yang
kesepuluh yaitu Sultan Muhammad Hasan yang membangunkan susunan adat
istiadat kerajaan dan istana yang masih kekal hingga ke hari ini.
Selepas zaman Sultan Hassan, Brunei memasuki zaman kejatuhan bermula
dari pergolakan di dalam kerajaan yang disebabkan perebutan kuasa antara
waris diraja, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa,
yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta memusnahkan asas ekonomi
Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
Pada tahun 1839,
pengembara Inggris bernama James Brooke tiba di Borneo dan membantu
Sultan menundukkan sebuah pemberontakan. Sebagai balasan, beliau
dilantik menjadi gubernur dan kemudiannya "Rajah" Sarawak di barat laut
Borneo sebelum meluaskan kawasan di bawah pemerintahannya. Pada masa
yang sama, Syarikat Borneo Utara Inggris sedang meluaskan penguasaannya
di timur laut Borneo. Pada tahun 1888, Brunei menjadi sebuah negeri di
bawah perlindungan kerajaan Inggris dengan mengekalkan kedaulatan dalam
negerinya, tetapi dengan otoritas negara bawah kawalan Inggris. Pada
tahun 1906, Brunei menerima suatu lagi langkah perluasan kuasa Inggris
apabila kuasa eksekutif dipindahkan kepada seorang residen Inggris, yang
menasihati baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali yang
bersangkut-paut dengan adat istiadat dan agama.
Brunei mencoba
membentuk kerajaan baru yang berkuasa memerintah kecuali dalam isu
hubungan luar, keamanan dan pertahanan dimana isu-isu ini menjadi
tanggung jawab Inggris. Omar Ali Saifuddin telah turun dari takhta dan
melantik anakanda sulung baginda, Hassanal Bolkiah, menjadi Sultan
Brunei ke-29.Pada 4 Januari 1979, Brunei dan United Kingdom telah
menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Pada 1 Januari
1984, Brunei Darussalam telah berjaya mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
Berdasar
atas permasalah di atas maka penulis ingin mengulas lebih rinci tentang
sejarah berdirinya Brunei Darussalam, maka judul dari makalah ini
adalah “Sejarah Berdirinya Brunei Darussalam Dari Zaman Kerajaan Hingga
Zaman Kemerdekaan Tahun 1984”.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah rumusan permasalahannya adalahg sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimanakah sejarah awal berdirinya Brunei Darussalam?
1.2.2 Bagaimanakah perkembangan sejarah Brunei Darussalam dalam pengaruh Islam?
1.2.3 Bagaimanakah perkembangan sejarah brunei Darussalam dalam pengaruh imperialisme barat ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah iniadalah sebgai berikut :
1.3.1 untuk mengetahui sejarah awal berdirinya Brunei Darussalam,
1.3.2 untuk mengetahui perkembangan sejarah Brunei Darussalam dalam Pengaruh Islam,
1.3.3 untuk mengetahui perkembangan sejarah Brunei Darussalam dala pengaruh imperialisme barat.
Manfaat
yang diharapkan dalam penulisan makalahiniadalah menambah pengetahuan
bagi kita semua tentang sejarah berdirinya Brunei Darussalam.
Brunei
terdiri dari dua bagian yang tidak berkaitan; 97% dari jumlah
penduduknya tinggal di bagian barat yang lebih besar, dengan hanya
kira-kira 10.000 orang tinggal di daerah Temburong, yaitu bagian timur
yang bergunung-gunung. Jumlah penduduk Brunei 383.000 orang. Dari
bilangan ini, lebih kurang 46.000 orang tinggal di ibukota Bandar Seri
Begawan. Sejumlah kota utama termasuk kota pelabuhan Muara, serta kota
Seria yang menghasilkan minyak, dan Kuala Belait, kota tetangganya. Di
daerah Belait, kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah besar
ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch
Shell dan British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di
sini.Iklim Brunei ialah tropis khatulistiwa, dengan suhu serta
kelembapan yang tinggi, dan sinar matahari serta hujan lebat sepanjang
tahun.
Silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu Tarsilah yang
menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak
Betatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada
Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara
1795-1804 dan 1804-1807).
Brunei adalah sebuah negara tua di antara
kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Keberadaan Brunei Tua ini diperoleh
berdasarkan kepada catatan Arab, Cina dan tradisi lisan. Dalam catatan
Sejarah Cina dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan
Bunlai. Dalam catatan Arab dikenali dengan Dzabaj atau Randj. Catatan
tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei
berasal dari perkataan baru nah yaitu setelah rombongan klan atau suku
Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat
untuk mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang
memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh bukit, air, mudah
untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber
pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun mengucapkan perkataan baru
nah yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati
mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan. Kemudian
perkataan baru nah itu lama kelamaan berubah menjadi Brunei.
Replika
stupa yang dapat ditemukan di Pusat Sejarah Brunei menjelaskan bahwa
agama Hindu-Buddha pada suatu masa dahulu pernah dianut oleh penduduk
Brunei. Sebab telah menjadi kebiasaan dari para musafir agama tersebut,
apabila mereka sampai di suatu tempat, mereka akan mendirikan stupa
sebagai tanda serta pemberitahuan mengenai kedatangan mereka untuk
mengembangkan agama tersebut di tempat itu. Replika batu nisan P'u Kung
Chih Mu, batu nisan Rokayah binti Sultan Abdul Majid ibni Hasan ibni
Muhammad Shah Al-Sultan, dan batu nisan Sayid Alwi Ba-Faqih (Mufaqih)
pula menggambarkan mengenai kedatangan agama Islam di Brunei yang dibawa
oleh musafir, pedagang dan mubaligh-mubaliqh Islam, sehingga agama
Islam itu berpengaruh dan mendapat tempat baik penduduk lokal maupun
keluarga kerajaan Brunei.
Islam mulai berkembang dengan pesat di
Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan Brunei ke-3
pada tahun 1425 M. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul Bait dari
keturunan / pancir dari Cucu Rasulullah Shalallahualaihi Wassallam yaitu
Amirul Mukminin Hasan / Syaidina Hasan sebagaimana yang tercantum dalam
Batu Tarsilah / prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri
Begawan, Brunei. Keturunan Sultan Syarif Ali ini kemudian juga
berkembang menurunkan Sultan-Sultan disekitar wilayah Kesultanan Brunei
yaitu menurunkan Sultan-Sultan Sambas dan Sultan-Sultan Sulu.
Catatan-catatan
dari Tiongkok dan Arab menunjukkan bahwa kesultanan Brunei telah ada
sejak setidaknya abad VII atau VIII Masehi. Kesultanan awal ini kemudian
ditaklukkan oleh Sriwijaya pada awal abad IX dan kemudian menguasai
Kalimantan utara dan Filipina. Setelah itu mereka dijajah oleh
Majapahit, namun berhasil memerdekakan diri dan menjadi negara yang
maju.[ http://www.history-centre.gov.bn/layout/pg]
Kesultanan Brunei
mencapai masa kejayaan dari abad XV sampai XVII, ketika daerah
kekuasaannya mencapai seluruh pulau Kalimantan dan kepulauan Filipina.
Brunei terutama paling kuat dalam masa pemerintahan sultan kelima,
Bolkiah (1473-1521), yang terkenal karena perjalanan-perjalanannya di
samudera dan menaklukkan Manila; dan pada masa pemerintahan sultan
kesembilan, Hassan (1605-1619), yang mengembangkan sistem pengadilan
kerajaan, yang unsur-unsurnya masih terdapat sampai hari ini.
Para
peneliti sejarah telah mempercayai terdapat sebuah kerajaan lain sebelum
berdirinya Kesultanan Brunei kini, yang disebut orang Tiongkok sebagai
Po-ni. Catatan orang Tiongkok dan orang Arab menunjukkan bahwa kerajaan
perdagangan kuno ini ada di muara Sungai Brunei awal abad ke-7 atau
ke-8. Kerajaan itu memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah,
Brunei dan Sarawak yang berpusat di Brunei. Kesultanan Brunei juga
merupakan pusat perdagangan dengan China. Kerajaan awal ini pernah
ditaklukkan Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatra pada awal abad
ke-9 Masehi dan seterusnya menguasai Borneo utara dan gugusan kepulauan
Filipina. Kerajaan ini juga pernah menjadi taklukan (vazal) Kerajaan
Majapahit yang berpusat di pulau Jawa. Nama Brunai tercantum dalam
Negarakertagama sebagai daerah bawahan Majapahit. Kekuasaan Majapahit
tidaklah lama karena setelah Hayam Wuruk wafat Brunai membebaskan diri
dan kembali sebagai sebuah negeri yang merdeka dan pusat perdagangan
penting.
Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan
Parameswara telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih
perdagangan Brunei. Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di
wilayah Brunei oleh pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Melaka
ke tangan Portugis pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei
mengambil alih kepimpinan Islam dari Melaka, sehingga Kesultanan Brunei
mencapai zaman kegemilangannya dari abad ke-15 hinga abad ke-17 sewaktu
memperluas kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina di
sebelah utaranya. Semasa pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521) yang
terkenal disebabkan pengembaraan baginda di laut, malah pernah seketika
menaklukkan Manila. kesultanan Brunei memperluas pengaruhnya ke utara
hingga ke Luzon dan Sulu serta di sebelah selatan dan barat Kalimantan;
dan pada zaman pemerintahan sultan yang kesembilan, Hassan (1605-1619),
yang membangun susunan aturan adat istiadat kerajaan dan istana yang
masih kekal hingga hari ini.
Pada tahun 1658 Sultan Brunei
menghadiahkan kawasan timur laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di
Filipina Selatan sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam
menyelesaikan perang saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan
Pengeran Mohidin. Persengketaan dalam kerajaan Brunei merupakan satu
faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut, yang bersumber dari
pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa antara ahli waris kerajaan,
juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa di rantau
sebelah sini, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta
memusnahkan asas ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
Pada
Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi
raja di sana serta menyerang Brunei, sehingga Brunei kehilangan
kekuasaannya atas Serawak. Sebagai balasan, ia dilantik menjadi gubernur
dan kemudian "Rajah" Sarawak di Barat Laut Borneo sebelum meluaskan
kawasan di bawah pemerintahannya. Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau
Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada James Brooke. Sedikit demi
sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris melalui
perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah Brunei
kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris sampai berdiri
sendiri tahun 1984.
Pada tahun 1521, pelaut Spanyol Magellan
mendaratkan dua kapalnya di sana. Pemberontakan rakyat dipicu
ketaksukaan mereka atas campur tangan orang asing dalam pemerintahan.
Paman Sultan, Raja Muda Hasim, yang menjabat perdana menteri gagal
memadamkan pemberontakan itu. Akhirnya bantuan asing dipimpin petualang
Inggris, James Brooke pun ikut campur tangan atas permintaan sultan.
Sebagai bayaran atas kesuksesan Brooke menumpas pemberontakan, ia
diangkat sebagai raja atas wilayah Kuching, Bau dan Lundu.
Pada
1839, petualang Inggris James Brooke sampai ke Kalimantan dan menolong
Sultan Brunei menumpas sebuah pemberontakan. Sebagai imbalannya, ia
menjadi gubernur dan kemudian "Rajah Putih" dari Sarawak di Kalimantan
barat laut dan kemudian mengembangkan daerah kekuasaan di bawah
pemerintahannya. Brooke tidak pernah mengambil alih kekuasaan di Brunei,
walaupun ia mencoba untuk melakukan hal itu. Ia bertanya kepada
pemerintah Britania apakah ia boleh mengakui Brunei sebagai miliknya,
namun ditolak. Walaupun Brunei diperintah dengan kurang baik, ia
memiliki perasaan dan identitas nasional, dan karena itu tidak dapat
direbut oleh Brooke.
Sementara itu, British North Borneo Company
memperluas kekuasaannya di daerah Kalimantan timur laut. Pada 1888,
Brunei menjadi negara lindungan pemerintah Britania Raya, dan walaupun
tetap memegang otonomi namun di bawah kekuasaan Britania dalam hubungan
luar negeri. Pada 1906, Brunei lebih erat lagi dikuasai Britania ketika
kekuasaan eksekutif dialihkan kepada seorang Residen yang mengatur semua
hal kecuali adat dan agama lokal.
Pada 1959, sebuah undang-undang
dasar baru ditulis dan mencanangkan Brunei sebagai negara yang
memerintah diri sendiri, walaupun hubungan luar negeri, keamanan dan
pertahanan tetap dipegang oleh Britania Raya, sekarang diwakili oleh
seorang Komisioner Tinggi. Sebuah usaha pada 1962 untuk memperkenalkan
sebuah badan legislatif yang sebagian anggotanya dipilih dan memiliki
kekuasaan terbatas dibatalkan setelah partai politik oposisi Partai
Rakyat Brunei meluncurkan pemberontakan bersenjata, yang ditaklukkan
pemerintah dengan bantuan tentara Britania. Pada akhir 1950-an dan awal
1960-an, pemerintah juga menolak untuk bergabung dengan Sabah dan
Sarawak di negara Malaysia yang baru terbentuk. Sultan Brunei kemudian
memutuskan bahwa Brunei akan menjadi negara yang terpisah.
Pada 1967,
Omar Ali Saifuddin turun tahta untuk anak laki-lakinya yang kedua,
Hassanal Bolkiah, yang menjadi penguasa ke-29. Sang mantan sultan tetap
menjadi menteri pertahanan dan mengambil gelar Seri Begawan. Pada 1970,
ibu kota Brunei Town diganti namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk
menghormatinya. Seri Begawan wafat pada 1986.
Pada 4 Januari 1979,
Brunei dan Britania Raya menandatangani sebuah perjanjian persahabatan
dan kerjasama baru. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam menjadi
negara merdeka.
Raja-raja Brunai Darusalam yang memerintah sejak didirikannya kerajaan pada tahun 1363 M yakni:
1. Sultan Muhammad Shah (1383 - 1402)
2. Sultan Ahmad (1408 - 1425)
3. sultan Syarif Ali (1425 - 1432)
4. Sultan Sulaiman (1432 - 1485)
5. Sultan Bolkiah (1485 - 1524)
6. Sultan Abdul Kahar (1524 - 1530)
7. Sultan Saiful Rizal (1533 - 1581)
8. Sultan Shah Brunei (1581 - 1582)
9. Sultan Muhammad Hasan (1582 - 1598)
10. Sultan Abdul Jalilul Akbar (1598 - 1659)
11. Sultan Abdul Jalilul Jabbar (1669 - 1660)
12. Sultan Haji Muhammad Ali (1660 - 1661)
13. Sultan Abdul Hakkul Mubin (1661 - 1673)
14. Sultan Muhyiddin (1673 - 1690)
15. Sultan Nasruddin (1690 - 1710)
16. Sultan Husin Kamaluddin (1710 - 1730) (1737 - 1740)
17. Sultan Muhammad Alauddin (1730 - 1737)
18. Sultan Omar Ali Saifuddien I (1740-1795)
19. Sultan Muhammad Tajuddin (1795-1804) (1804-1807)
20. Sultan Muhammad Jamalul Alam I (1804)
21. Sultan Muhammad Kanzul Alam (1807-1826)
22. Sultan Muhammad Alam (1826-1828)
23. Sultan Omar Ali Saifuddin II (1828-1852)
24. Sultan Abdul Momin (1852-1885)
25. Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin (1885-1906)
26. Sultan Muhammad Jamalul Alam II (1906-1924)
27. Sultan Ahmad Tajuddin (1924-1950)
28. Sultan Omar 'Ali Saifuddien III (1950-1967)
29. Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah (1967-kini)
2.2 Masuknya Agama Islam ke Brunei Darussalam
2.2.1 Sejarah Masuk dan Perkembangan Islam di Brunei Darussalam
Brunei
mengubah bentuk kerajaan menjadi kesultanan bersamaan dengan masuknya
Islam ke sana, pada abad ke-15. Tahun-tahun berikutnya menjadi masa
kejayaan kesultanan tersebut. Daerah kekuasaannya meluas hingga ke
Filipina selatan. Masa jayanya, satu catatan sejarah menyebutkan Brunei
menjadi tempat perlindungan yang aman bagi para perompak. Pasalnya, tak
ada armada yang berani menyambangi Brunei. Sepanjang sejarahnya, Brunei
tercatat hanya mengalami dua kali pertikaian politik. Pertama, tak lama
setelah kedatangan orang Eropa pertama di Brunei. Pada tahun 1521,
pelaut Spanyol Magellan mendaratkan dua kapalnya di sana. Pemberontakan
rakyat dipicu ketaksukaan mereka atas campur tangan orang asing dalam
pemerintahan. Paman Sultan, Raja Muda Hasim, yang menjabat perdana
menteri gagal memadamkan pemberontakan itu.
Agama Islam di Brunei
Darussalam diperkirakan mulai diperkenalkan sekitar tahun 977 melalui
jalur timur Asia Tenggara oleh para pedagang dari negeri Cina. Sekitar
500 tahun kemudian, agama Islam barulah menjadi agama resmi negara di
Brunei Darussalam semenjak pemerintahannya dipimpin oleh Raja Awang Alak
Betatar. Raja Awang Alak Betatar masuk Islam dan berganti nama menjadi
Muhammad Shah sekitar tahun 1406 M. Islam mulai berkembang dengan pesat
di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan ke-3
Brunei pada tahun 1425. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul Bait dari
keturunan cucu Rasulullah SAW, Hasan, sebagaimana yang tercantum dalam
Batu Tarsilah atau prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar
Sri Begawan, ibu kota Brunei Darussalam. Selanjutnya, agama Islam di
Brunei Darussalam terus berkembang pesat. Sejak Malaka yang dikenal
sebagai pusat penyebaran dan kebudayaan Islam jatuh ke tangan Portugis
tahun 1511, banyak ahli agama Islam yang pindah ke Brunei. Masuknya para
ahli agama membuat perkembangan Islam semakin cepat menyebar ke
masyarakat. Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa
pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5) yang wilayahnya meliputi
Suluk, Selandung, seluruh Pulau Kalimantan, Kepulauan Sulu, Kepulauan
Balabac, Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan utara Pulau
Palawan sampai ke Manila. Di masa Sultan Hassan (sultan ke-9),
masyarakat Muslim Brunei memiliki institusi- institusi pemerintahan
agama. Agama pada saat itu dianggap memiliki peran penting dalam memandu
negara Brunei ke arah kesejahteraan. Pada saat pemerintahan Sultan
Hassan ini, undang-undang Islam, yaitu Hukum Qanun yang terdiri atas 46
pasal dan 6 bagian, diperkuat sebagai undang-undang dasar negara. Di
samping itu, Sultan Hassan juga telah melakukan usaha penyempurnaan
pemerintahan, antara lain dengan membentuk Majelis Agama Islam atas
dasar Undang- Undang Agama dan Mahkamah Kadi tahun 1955. Majelis ini
bertugas memberikan dan menasihati sultan dalam masalah agama Islam.
Langkah lain yang ditempuh sultan adalah menjadikan Islam benar-benar
berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat Brunei dan satu-satunya
ideologi negara. Untuk itu, dibentuk Jabatan Hal Ehwal Agama yang
tugasnya menyebarluaskan paham Islam, baik kepada pemerintah beserta
aparatnya maupun kepada masyarakat
luas.[Wapedia.2010.http://www.al-shia.org/html/id/service/Info-Negara-Muslim/Brunei%20Darussalam.htm]
Islam
telah masuk di Brunei Darussalam diperkirakan pada abad ke 13 Masehi,
yaitu ketika Sultan Muhammad Shah pada tahun 1368 telah memeluk islam.
Akan tetapi jauh sebelum itu, sebenarnya terdapat bukti bahwa islam
telah berada di Brunei Darussalam ini. Misalnya dengan diketemukannya
batu nisan seorang China yang beragama Islam dengan catatan tahun 1264
Masehi, Namun pada masa ini, Islam belum cukup berkembang secara meluas.
Barulah ketika Awang Khalak Betatar memeluk Islam dengan gelar Sultan
Muhammad Shah, islam mulai berkembang secara luas.
Ada tiga teori
yang menyebutkan tentang munculnya kerajaan Brunei Darussalam; Pertama,
munculnya Kesultanan Melayu yaitu ketika Malaka jatuh ketangan Portugis
pada tahun 1511 Masehi. Kedua, kesultanan Melayu Islam Brunei muncul
tidak lama selepas jatuhnya kerajaan Melaka kira-kira pada awal abad
ke-15 Masehi. Ketiga, kesultanan Melayu Islam Brunei muncul pada tahun
1371 Masehi yaitu sebelum munculnya Kerajaan Islam Malaka.
Terlepas
dari Teori tersebut, Brunei Darussalam adalah sebuah Negara kecil dengan
sisten monarichi yang memegang teguh kebudayaan melayu. Merdeka secara
penuh diperolehnya pada 1 Januari 1984. Luas wilayah Brunei modern
adalah 5.765 Km2, dengan jumlah penduduk 323.600 sebelum tahun 2000.
Sistem
politik yang berlaku di Brunei adalah monarchi absolute, di mana
kepala Negara juga menjadi kepala pemerintahan. Karena dinegara ini
tidak ada lembaga legislasi dan pelaksanaan pemilu, maka boleh dikatakan
tidak suburnya sistem demokrasi. Perdana Menteri Brunei adalah Sultan
Hasanah Bolkiah.
Negeri ini berpenduduk mayoritas muslim dipimpin
oleh Perdana Menteri sultan Hasanah Bolkiah. Sebagai Negara monarchi,
kepala Negara sekaligus pemimpin islam. Dengan kata lain, PM sekaligus
merangkap ketua lembaga keagamaan yang mengatur lalu lintas kehidupan
beragama dan dibantu oleh mufti. Sementara itu, lembaga eksekutif
terdiri dari PM dan dibantu oleh 12 kementrian.
2.2.2 Kerajaan Islam Melayu ; Fenomena Malayu Islam Braja (MIB)
Sri
Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Wadaulah, Sultan dan
yang di-pertuan Brunei Darussalam yang mengawali bagaimana pentingnya
MIB pada tahun 1991. Menurutnya, MIB merupakan “identitas dan citra yang
kokoh ditengah-tengah Negara-negara non-sekuler lainnya di dunia”. Maka
wajar, ketika kerajaan ini menyambut tahun 1991, diiringi dengan
berbagai perayaan peristiwa-peristiwa keagamaan.
Oleh karena itu,
ideology resmi Negara atau falsafah kehidupan bernegara tercantum dalam
MIB tersebut. Hal ini, bisa dilihat dengan pernyataan sebuah surat kabar
resmi pemerintah yang menggambarkan sebagai berikut”..Kerajaan Islam
Melayu menyerukan kepada masyarakat untuk setia kepada Rajanya,
melaksanakan Islam dan menjadikannya sebagai jalan hidup serta jalan
kehidupan dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat dasar bangsa
Melayu sejati Brunei Darussalam, termasuk menjadikan bahasa Melayu
sebagai bahasa Utama..”.
Munculnya MIB ini, barangkali sangat
berpengaruh oleh kentalnya ajaran islam yang diamalkan masyarakatnya,
sehingga berpengaruh sampai dalam kehidupan bernegara. Sejak awal
kemerdekaannya, Brunei dikenal sebagai Negara yang berpenduduk mayoritas
muslim. Terkait dengan ini, Islam di Brunei sejak awal kedatangannya
sampai saat ini masih eksis. Atau hal ini, muncul karena peran yang
sangat dominan dari etnis Melayu dalam mengembangkan institusi-institusi
Islam dan Kesultanan Melayu. Karena hal ini, bisa dilihat dari semakin
menguatnya beberapa bukti bahwa inti dari MIB adalah hasil elaborasi
dari lembaga adat dan tradisi Melayu Brunei.
Dari sebuah hasil
penelitian pada tahun 1984 oleh Departemen Sastra Melayu Universitas
Brunei Darussalam, menyebutkan bahwa beberapa perubahan sosial yang
terjadi di Brunei dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Penduduk
Brunei Darussalam seluruhnya, baik secara kultural maupun psikologis,
sedang mengatasi keragaman yang ada ditengah-tengah mereka, disebabkan
oleh kondisi geografis dan historis di Brunei Darussalam sendiri.
2.
Kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai hukum dan ketertiban,
kesejahteraan, pendidikan, dan pembangunan ekonomi telah mendominasi
kehidupan seluruh rakyat Brunei Darussalam.
3. Sebagai akibat dari proses-proses sosial diatas, penduduk Brunei Darussalam semakin memilih pola hidup bersama.
Pada
poin pertama diatas, yaitu adanya pluralitas etnik, diakui oleh Neville
dalam penelitiannya “Penduduk yang diakui sebagai Melayu, meliputi :
Melayu Lokal, Dusun, Murut, Kedayah, Bisayah, dan komunitas-komunitas
lainnya dalam warga pribumi Brunei Darussalam, ditambah dengan warga
Malaysia dan Indonesia”. Sementara pada poin kedua, mempertegas adanya
proses birokratisasi dalam pemerintahan Brunei Darussalam. Sedangkan
pada poin ketiga, memunculnya fenomena bahwa perlunya pembangunan sebuah
ideology nasional dan mengartikulasikan budaya Nasional. Sebagai sebuah
kesimpulan dalam penelitian tersebut, ditulis bahwa “Karena
pemerintahan mendukung kuat terhadap konsep Kerajaan Islam Melayu, maka
kultur khas Brunei Darussalam harus diusahakan dengan berlandaskan pada
prinsip-prinsip ini”.
Ada hal yang menarik di Negara Brunei
Darussalam ini, misalnya Pertama, larangan gerakan Islam al-Arqam,
Kedua, larangan kepada orang-orang asing manapun yang menjadi ancaman
keharmonisan sistem keagamaan di Brunei Darussalam. Darul Arqam yang
berpusat di Suburd, Malaysia, maka mulanya dilarang oleh pemerintahan
Malaysia, tetapi pada kenyataannya kelompok ini telah memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan ekonomi umat islam. Usaha
ini, juga mengindikasikan semakin kuatnya keinginan pemerintah Brunei
Darussalam untuk membedakan diri antara “islam Brunei” dengan “islam
Bukan Brunei”. Atau dapat diinterpretasikan bahwa Pemerintah Brunei
Darussalam ingin menciptakan garis pemisah antara yang dipandang sebagai
islam pribumi dengan islam yang dianggap dari luar dan tidak sama
dengan Islam Pribumi.
Pada perkembangan selanjutnya, Islam menjadi
posisi yang sangat penting dalam Pemerintah Brunei Darussalam, baik
sebagai ideology nasional maupun sebagai prinsip hidup yang mengatur
kehidupan sehari-hari. Larangan pemerintah atas peredaran minum-minuman
keras hingga perhatiannya terhadap proses Islamisasi melalui berbagai
aktifitas keislaman, mengindikasikan perhatian komitmen Pemerintah
Brunei Darussalam terhadap islam, baik sebagai agama maupun sebagai
kultur Melayu Pemerintah Brunei Darussalam. Akan tetapi, pelarangan
ajaran-ajaran islam “sempalan” maupun ajaran islam dari “luar”,
menempatkan sampai saai ini, hanya satu anggota cabinet yang berasal
dari kelompok Islam, dan amat minim yang bisa duduk di parlemen, akibat
dari pemerataan penduduk Melayu-muslim dengan China sehingga sulit bagi
muslim untuk menjadi calon legislative.Secara umum dapat dikatakan bahwa
dari sisi politik muslim Singapura masih menyisakan persoalan. Namun
demikian, dilihat dari realitas yang terjadi ditengah masyarakat, isu
politik boleh dikatakan tidak terlalu menarik bagi mereka, karena mereka
berada pada posisi minoritas. Strategi perjuangan politis masih
dianggap belum dapat membawa banyak keuntungan bagi masa depan mereka.
Saat ini Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil daripada masa lalu,
dengan berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat sampai timur wilayah
itu, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
2.3 Imperialisme Barat di Brunei Darussalam
2.3.1 Awal Kedatangan Bangsa Barat di Brunei Darussalam
Pada
awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan Parameswara
telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih perdagangan
Brunei. Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah Brunei
oleh pedagangnya pada akhir abad ke-15. Jatuhnya Malaka ke tangan
Portugis pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih
kepimpinan Islam dari Malaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman
kegemilangannya dari abad ke-15 hingga abad ke-17 sewaktu memperluas
kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina di sebelah
utaranya. Semasa pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521). Pada tahun
1521, rombongan Ferdinand Magellan dan Antonio Pigafetta telah melawati
Brunei semasa Baginda menjadi Pemangku Sultan.
Pada tahun 1526 masa
pemerintahan Abdul Kahar, seorang Portugis bernama George de Menezes
datang ke Brunei bertujuan untuk menjalankan perdagangan di samping itu
juga ingin menaklukkan Brunei. Tetapi melihat kekuatan Brunei pada waktu
itu, sulit bagi portugis untuk menaklukkannya maka hanya perdagangan
saja yang terus berkembang di Brunei. Sehubungan dengan hal itu Portugis
berhasil membuat perjanjian persahabatan dan perdagangan dengan Sultan
Brunei. Sejak itulah Portugis mengimport lada hitam, sagu, ikan, beras,
emas dan barang makanan yang lain dari Brunei ke Melaka di samping
menggunakan pelabuhan dan perairan, Brunei menjadi tempat persinggahan
dan lalu lintas perkapalan mereka dari Cochin ke Melaka, dari Melaka ke
Maluku dan sebaliknya.
Pada tahun 1530, seorang pegawai Portugis
lain bernama Goncalo Pereira telah datang juga ke Brunei untuk melihat
keadaan Brunei dengan melakukan perdagangan tetapi perdagangannya tidak
berkembang dan akhirnya lenyap.
Walau bagaimanapun ulama–ulama
Islam masih ramai datang ke Brunei. Baginda turun takhta pada tahun 1530
bergelar Paduka Seri Begawan Sultan ‘Abdul Kahar. Baginda lindung pada
tahun 1578, dan digantikan oleh putera kakanda Baginda, Pengiran Anak
Chuchu Besar Saiful Besar.Brunei memperluas pengaruhnya ke utara hingga
ke Luzon dan Sulu serta di sebelah selatan dan barat Kalimantan dan pada
zaman pemerintahan sultan yang kesembilan, Hassan (1605-1619), yang
membangun susunan aturan adat istiadat kerajaan dan istana yang masih
dianut hingga saat ini.
Pada tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan
kawasan timur laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di Filipina Selatan
sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam menyelesaikan perang
saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan Pengeran Mohidin.
Persengketaan dalam kerajaan Brunei merupakan satu faktor yang
menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut, yang bersumber dari pergolakan
dalam disebabkan perebutan kuasa antara ahli waris kerajaan, juga
disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa di rantau sebelah
sini, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta memusnahkan asas
ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
2.3.2 Imperialisme Inggris di Brunei Darussalam
Pada
Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi
raja di sana serta menyerang Brunei, sehingga Brunei kehilangan
kekuasaannya atas Serawak. Sebagai balasan, ia dilantik menjadi gubernur
dan kemudian "Rajah" Sarawak di Barat Laut Borneo sebelum meluaskan
kawasan di bawah pemerintahannya. Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau
Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada James Brooke. Sedikit demi
sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris melalui
perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah Brunei
kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris sampai berdiri
sendiri tahun 1984.
Pada masa yang sama, Persekutuan Borneo Utara
Britania sedang meluaskan penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada tahun
1888, Brunei menjadi sebuah negeri di
bawah perlindungan kerajaan
Britania dengan mengekalkan kedaulatan dalam negerinya, tetapi dengan
urusan luar negara tetap diawasi Britania. Pada tahun 1906, Brunei
menerima suatu lagi langkah perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan
eksekutif dipindahkan kepada seorang residen Britania, yang menasihati
baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali yang bersangkut-paut dengan
adat istiadat setempat dan agama.
Pada tahun 1959, Brunei
mendeklarasikan kerajaan baru yang berkuasa memerintah kecuali dalam isu
hubungan luar negeri, keamanan dan pertahanan di mana isu-isu ini
menjadi tanggung jawab Britania. Percobaan untuk membentuk sebuah badan
perundangan pada tahun 1962 terpaksa dilupakan karena terjadi
pemberontakan oleh partai oposisi yaitu Partai Rakyat Brunei dan dengan
bantuan Britania, pemberontakan ini berhasil diberantas. Pada akhir 1950
dan awal 1960, kerajaan Brunei ketika itu menolak rencana (walaupun
pada awalnya menunjukkan minat) untuk bergabung dengan Singapura, Sabah,
Sarawak, dan Tanah Melayu untuk membentuk Malaysia dan akhirnya Sultan
Brunei ketika itu berkehendak untuk membentuk sebuah negara yang
merdeka.
Pada 1967, Omar Ali Saifuddin III telah turun dari takhta
dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah, menjadi Sultan Brunei
ke-29. Baginda juga berkenan menjadi Menteri Pertahanan setelah Brunei
mencapai kemmerdekaan penuh dan disandangkan gelar Paduka Seri Begawan
Sultan. Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town, telah
diubah namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa baginda.
Baginda mangkat pada tahun 1986. Pada 4 Januari 1979, Brunei dan
Britania Raya telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan
Persahabatan. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam telah berhasil
mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
[http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Asia_Tenggara]
2.3.3 Pemerintahan Brunei Darussalam
Brunei
Darussalam memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 1 Januari
1984, Brunei sepenuhnya negara kesultanan Islam yang berdaulat. Kerajaan
Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan
monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara
dan Kepala Pemerintahan, merangkap seagai Perdana Menteri dan Menteri
Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan
Penasihat Kesultanan dan
beberapa Menteri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam
wangsa yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala negara serta
pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapa majelis dan sebuah
kabinet menteri, walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah
tertinggi. Media amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan
melestarikan status yang dihormati di dalam negeri. [Geldern dalam
Konsep tentang Negara-negara Asia Tenggara.1982].
a) Politik
Brunei
tidak memiliki dewan legislatif, namun pada bulan September 2000,
Sultan bersidang untuk menentukan Parlemen yang tidak pernah diadakan
lagi sejak tahun 1984. Parlemen ini tidak mempunyai kuasa selain
menasihati sultan. Disebabkan oleh pemerintahan mutlak Sultan, Brunei
menjadi salah satu negara yang paling stabil dari segi politik di Asia.
Pertahanan
Keamanan Brunei mengandalkan perjanjian pertahanan dengan Inggris di
mana terdapat pasukan Gurkha yang terutama ditempatkan di Seria. Jumlah
pertahanan keamanannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kekayaannya
dan negara negara tetangga. Secara teori, Brunei berada di bawah
pemerintahan militer sejak pemberontakan yang terjadi pada awal dekad
1960-an. Pemberontakan itu dihancurkan oleh laskar-laskar Britania Raya
dari Singapura.
Brunei memiliki dengan hubungan luar negeri terutama
dengan negara negara ASEAN dan negara negara lain serta ikut serta
sebagai anggota PBB. Kesultanan ini juga terlibat konflik Kepulauan
Spratly yang melibatkan hampir semua negara ASEAN (kecuali Indonesia,
Kamboja, Laos dan Myanmar), RRC dan Republik Cina. Selain itu terlibat
konflik perbatasan laut dengan Malaysia terutama masalah daerah yang
menghasilkan minyak dan gas bumi. Brunei menuntut wilayah di Sarawak,
seperti Limbang. Banyak pulau kecil yang terletak di antara Brunei dan
Labuan, termasuk Pulau Kuraman, telah dipertikaikan oleh Brunei dan
Malaysia. Bagaimanapun, pulau-pulau ini diakui sebagai sebagian Malaysia
di tingkat internasional.
b) Ekonomi
Ekonomi Brunei
Darussalam bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas dengan pendapatan
nasional yang termasuk tinggi di dunia satuan mata uangnya adalah Brunei
Dolar yang memiliki nilai sama dengan Dolar Singapura.
Selain
bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas, pemerintah Brunei mencoba
melakukan diversifikasi sumber-sumber ekonomi dalam bidang perdagangan.
Namun dalam waktu dekat usaha tersebut mengalami hambatan karena masalah
internal kerajaan yang menurut sumber sumber media internasional
dihabiskan untuk kepentingan pemborosan istana ketika dipegang oleh
Pangeran Jeffry
Brunei membuat rancangan-rancangan yang dinyatakan
untuk masa akan datang seperti peningkatan kemahiran tenaga buruh,
pengurangan pengangguran, pengukuhan sektor-sektor perbankan dan
pariwisata, serta secara umum, peluasan lagi asas ekonominya.
c) Sosial Budaya
Dua
pertiga dari jumlah penduduk Brunei adalah orang Melayu. Kelompok etnik
minoritas yang paling penting dan yang menguasai ekonomi negara ialah
orang Tionghoa (Han) yang menyusun lebih kurang 15% jumlah penduduknya.
Etnis-etnis ini juga menggambarkan bahasa-bahasa yang paling penting
bahasa Melayu yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa Tionghoa. Bahasa
Inggris juga dituturkan secara meluas, dan terdapat sebuah komunitas
ekspatriat yang agak besar dengan sejumlah besar warganegara Britania
dan Australia.
Islam ialah agama resmi Brunei, dan Sultan Brunei
merupakan kepala agama negara itu. Agama-agama lain yang dianut termasuk
agama Buddha (terutamanya oleh orang Tiong Hoa), agama Kristen, serta
agama-agama orang asli (dalam komunitas- komunitas yang amat kecil).
Budaya Brunei hampir sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat
dari Hindu dan Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan
Malaysia.